MANAJEMEN PERKAWINAN SAPI POTONG
MANAJEMEN PERKAWINAN
SAPI POTONG
I.
PENDAHULUAN
Keberhasilan usaha pembibitan
sapi potong dalam rangka menghadapai swasembada daging sapi salah
satunya ialah ditentukan oleh
keberhasilan reproduksi. Apabila pengelolaan reproduksi ternak dilakukan dengan
tepat maka akan menghasilkan kinerja reproduksi yang baik yaitu peningkatan
angka kebuntingan dan jumlah kelahiran pedet. Akan tetapi, masalah yang masih
sering dijumpai pada usaha peternakan rakyat hingga saat ini adalah kinerja
reproduksi yang masih rendah ditandai dengan masih terjadi kawin berulang (S/C
> 2) dan rendahnya angka kebuntingan (CR 16 bulan) serta berdampak terhadap
rendahnya perkembangan populasi sapi dan pendapatan petani dari usaha ternak.
Salah satu faktor penyebab rendahnya perkembangan
populasi sapi adalah manajemen perkawinan yang tidak tepat, yakni: (1) pola
perkawinan yang kurang benar, (2) pengamatan birahi dan waktu kawin tidak
tepat, (3) rendahnya kualitas atau kurang tepatnya pemanfaatan pejantan dalam
kawin alam dan (4) kurang terampilnya beberapa petugas serta (5) rendahnya
pengetahuan peternak tentang kawin suntik atau IB. Pola perkawinan dengan
menggunakan metode alami biasanya terkendala dalam memeperoleh bibit pejantan
yang, sehingga pedet yang dihasilkan bermutu jelek, bahkan berindikasi adanya
kawin sedarah (inbreeding).
Penurunan efisiensi reproduksi dipengaruhi juga oleh
factor manajemen perkawinan yang tidak sesuai dengan kondisi dan lingkungan
sekitarnya, sehinggga terindikasi terjadinya kawin yang berulang pada induk
sapi potong di tingkat usaha ternak rakyat yang menyebabkan rendahnya
keberhasilan kebuntingan dan panjangnya jarak beranak. Diperlukan suatu cara
atau teknik manajemen perkawinan yang tepat sesuai dengan kehendak petani
dengan berdasar pada potensi atau kehidupan sosial masyarakat pedesaan, yakni
teknik kawin suntik dengan IB beku, cair dan pejantan alami yang mantap dan
berkesinambungan.
II.
ISI
1.
Sistem
Perkawinan
Sistem perkawinan
merupakan sebuah gambaran dari beberapa metode perkawinan untuk program
pengembakbiakan sapi. Sistem perkawinan atau teknik perkawinan sapi potong
dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu teknik kawin alam dengan
pejantan terpilih, dan dengan teknik inseminasi buatan (IB) dengan semen beku (frozen
semen) dan teknik IB dengan semen cair (chilled semen).
A.
Kawin
Alami
Upaya peningkatan populasi ternak sapi dapat
dilakukan dengan perkawinan alami. melalui distribusi pejantan unggul
terseleksi dari bangsa sapi lokal atau impor. Perkawinan alami dilakukan oleh
seekor pejantan yang langsung memancarkan sperma kedalam alat reproduksi betina
dengan cara kopulasi. Pejantan yang digunakan berasal dari hasil seleksi
sederhana, yaitu berdasarkan penilaian performans tubuh dan kualitas semen yang
baik, berumur lebih dari dua tahun dan bebas dari penyakit reproduksi (Brucellosis,
Leptospirosis, IBR (Infectious Bovine Rhinotracheitis) dan
EBL (Enzootic Bovine Leucosis). Untuk seleksi induk diharapkan memiliki
deskriptif sebagai berikut:
1. Induk
dapat beranak setiap tahun.
2. Skor
kondisi tubuh 5-7.
3. Badan
tegap, sehat dan tidak cacat.
4. Tulang
pinggul dan ambing besar, lubang pusar agak dalam.
Tinggi
gumba > 135 cm dengan bobot badan > 300 kg.
Pola perkawinan secara
alami ini memiliki empat manajemen perkawinan, yaitu: perkawinan model kandang
individu, perkawinan model kandang kelompok atau umbaran, perkawinan model ranch atau paddock,
dan perkawinan model padang
penggembalaan.
a.
Perkawinan
Model Kandang Individu
Kandang individu adalah
model kandang dimana setiap ekor sapi menempati dan diikat pada satu ruangan;
antar ruangan kandang individu dibatasi dengan suatu sekat. Kandang invidu di
peternak rakyat, biasanya berupa ruangan besar yang diisi lebih dari satu sapi,
tanpa ada penyekat tetapi setiap sapi diikat satu persatu.
Model Perkawinan
kandang individu dimulai dengan melakukan pengamatan birahi pada setiap ekor
sapi induk dan perkawinan dilakukan satu induk sapi dengan satu pejantan (kawin
alam). Pengamatan birahi dapat dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore
hari dengan melihat gejala birahi secara langsung dengan tanda-tandan estrus
seperti. Apabila birahi pagi dikawinkan pada sore hari dan apabila birahi sore
dikawinkan pada besok pagi hingga siang. Persentase kejadian birahi yang
terbanyak pada pagi.
Setelah 6-12 jam terlihat gejala birahi, sapi induk
dibawa dan diikat ke kandang kawin yang dapat dibuat dari besi atau kayu,
kemudian didatangkan pejantan yang dituntun oleh dua orang dan dikawinkan
dengan induk yang birahi tersebut minimal dua kali ejakulasi.
Setelah 21 hari (hari ke 18-23) dari perkawinan,
dilakukan pengamatan birahi lagi dan apabila tidak ada gejala birahi hinggga
dua siklus (42 hari) berikutnya, kemungkinan sapi induk tersebut berhasil
bunting. Untuk meyakinkan bunting tidaknya, setelah 60 hari sejak di kawinkan,
dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan palpasi rektal, yaitu adanya
pembesaran uterus seperti balon karet (10-16 cm) dan setelah hari ke 90 sebesar
anak. Induk setelah bunting tetap berada dalam kandang individu hingga beranak,
namun ketika beranak diharapkan induk di keluarkan dari kandang individu selama
kurang lebih 7-10 hari dan selanjutnya dimasukkan ke kandang invidu lagi.
Waktu
birahi Persentase gejala birahi (%)
|
06.00-12.00 22
|
12.00-18.00 10
|
18.00-24.00 25
|
24.00-06.00 43
|
Tabel. Persentase waktu kejadian birahi
pada sapi induk.
b.
Perkawinan
Di Kandang Kelompok
Kandang terdiri dari dua bagian, yaitu sepertiga
sampai setengah luasan bagian depan adalah beratap/diberi naungan dan sisanya
di bagian belakang berupa areal terbuka yang berpagar sebagai tempat
pelombaran. Ukuran kandang (panjang x lebarnya) tergantung pada jumlah ternak
yang menempati kandang, yaitu untuk setiap ekor sapi dewasa membutuhkan luasan
sekitar 20 – 30 m2. Bahan dan alatnya: dibuat dari semen atau batu padas,
dinding terbuka tapi berpagar, atap dari genteng serta dilengkapi tempat pakan,
minum dan lampu penerang
Kotoran
sapi (feses) dan air seni (urine) yang dibiarkan menumpuk di lantai
kandang dibongkar setiap satu bulan, tergantung pada kelebihan dan kekeringan,
yaitu tebalnya feses sekitar 30 cm. Setiap setelah pembongkaran feses, sebagai
dasar lantai kandang diberi kapur, gergaji atau sekam yang selanjutnya campuran
feses dan urine dari
sapi dibiarkan sampai satu-dua bulan dan dikeluarkan dari kandang dan
selanjutnya dapat digunakan sebagai pupuk organik. Kapasitas kandang dapat
berisi satu ekor pejantan dengan 10 ekor induk (1:10) dengan pemberian pakan
sesuai kebutuhan secara bersama-sama sebanyak dua kali sehari, yaitu pada waktu
pagi dan sore hari.
Manajemen perkawinan model kandang kelompok dapat
dilakukan oleh kelompok tani atau kelompok perbibitan sapi potong rakyat yang
memiliki kandang kelompok usaha bersama (cooperate farming system)
dengan tahapan sebagai berikut:
1. Induk
bunting tua hingga 40 hari setelah beranak (partus) diletakkan pada
kandang khusus, yakni di kandang bunting dan atau menyusui.
2. Setelah
40 hari induk dipindahkan ke kandang kelompok dan dicampur dengan pejantan
terpilih dengan kapasitas sapi sebanyak 10 ekor betina (induk atau dara) dan
dikumpulkan menjadi satu dengan pejantan dalam waktu 24 jam selama dua bulan.
3. Setelah
dua bulan dikumpulkan dengan pejantan dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan
cara palpasi rectal terhadap induk-induk sapi tersebut (perkawinan terjadi
secara alami tanpa diketahui yang kemungkinan pada malam hari atau waktu
tertentu yang tidak diketahui.
4. Sapi
induk yang positif bunting dipisah dari kelompok tersebut dan diganti dengan
sapi yang belum bunting atau hasil pemeriksaan kebuntingan dinyatakan negatif.
c.
Perkawinan
Model Ranch
Kapasitas kandang dapat berisi satu ekor pejantan
dengan 30 ekor induk (1:30) dengan pemberian pakan secara bebas untuk jerami
kering dan 10 % BB rumput, 1 % BB untuk konsentrat diberikan secara
bersama-sama dua kali sehari pada pagi dan sore. Perkawinan ini dlakuakn di
area ranch berpagar.
1. Induk
bunting tua hingga 40 hari setelah beranak (partus) diletakkan pada
kandang khusus, yakni di kandang individu (untuk induk bunting dan atau
menyusui.
2. Setelah 60 hari induk dipindahkan ke areal
rench (paddock) dan dicampur dengan pejantan terpilih dengan kapasitas
sapi sebanyak 30 ekor betina (induk atau dara) dan dikumpulkan dengan satu
pejantan dalam sepanjang waktu (24 jam) selama dua bulan.
3. Setelah dua bulan dikumpulkan dengan pejantan
dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan cara palpasi rektal terhadap induk
sapi (perkawinan terjadi secara alami tanpa diketahui yang kemungkinan pada
malam hari atau waktu tertentu yang tidak diketahui).
4. Pergantian
pejantan dilakukan setiap setahun sekali guna menghindari kawin keluarga (inbreeding).
5. Sapi induk yang positif bunting dipisah dari
kelompok tersebut dan diganti dengan sapi yang belum bunting atau hasil
dinyatakan negatif.
d.
Perkawinan
Model Padang Pengembalaan
Perkawian model ini dilakuakan di area lahan yang
luas tanpa adanya kandang. Kapasitas areal angonan sangat luas dan dapat
diangon hingga ratusan ekor betina dan beberapa pejantan, yakni hingga 60-100
ekor induk dengan 2-3 pejantan (rasio betina : pejantan 100:3 dengan memperoleh
hijauan pakan rumput atau tanaman hutan).
1. Induk
bunting tua maupun setelah beranak (partus) tetap langsung diangon
bersama pedetnya.
2. Bila
ada sapi yang terlihat gejala birahi langsung dipisah untuk diamati keadaan
birahinya. Selanjutnya setelah diketahui bahwa sapi tersebut birahi maka
langsung dapat dikawinkan dengan pejantan terpilih dan ditaruh dikandang dekat
rumah.
3. Setelah
dua hari dikawinkan selanjutnya dapat dilepaskan kembali ke lahan atau padang
angonan.
4. Pergantian
pejantan dapat dilakukan selama tiga kali beranak guna menghindari kawin
keluarga (inbreeding).
5. Sapi
induk yang positif bunting tua (akan beranak) sebaiknya dipisah dari kelompok
angonan hingga beranak dan diletakkan di pekarangan yang dekat dengan rumah
atau dikandangkan dengan diberikan pakan tambahan berupa konsentrat atau jamu
tradisional terutama pada sapi induk pasca beranak.
A. Teknik
kawin IB dengan semen beku
Teknologi IB menggunakan semen beku pada sapi potong
telah digunakan sejak belasan tahun silam dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak
sapi melalui penggunaan pejantan pilihan dan menghindari penularan penyakit
atau kawin sedarah (inbreeding). Selama ini pelaksanaan teknologi IB di
lapangan masih mengalami beberapa hambatan, antara lain S/C > 2 dan angka
kebuntingan ≤ 60% sehingga untuk meningkatkan populasi dan mutu sapi potong
serta guna memperluas penyebaran bakalan sapi potong, diperlukan suatu petunjuk
praktis tentang manajemen IB mengunakan semen beku mulai dari penanganan ketika
straw beku dalam kontener hingga akan disuntikan ke sapi induk, termasuk cara thawing
dan waktu IB, dengan harapan dapat memperbaiki manajemen perkawinan melalui
pelaksanaan IB yang selama ini sering menimbulkan permasalahan di tingkat
peternak maupun inseminator.
a. Penanganan
Semen Beku Dalam Kontainer
Penanganan semen beku dalam kontener merupakan suatu
faktor yang sangat penting guna mencegah kematian sperma atau mencegah kualitas
straw tetap baik dan bisa digunakan untuk IB pada sapi induk. Manajemen handling
straw beku ketika dalam kontener meliputi:
1. Semen
beku di dalam kontener harus selalu terisi N2 cair dan straw terendam dalam N2
cair tersebut yang jaraknya minimal > 15 cm dari dasar kontener.
2. Setiap
seminggu sekali dilakukan pengecekan N2 cair dalam kontener dengan cara
memasukkan penggaris plastik warna hitam atau kayu ke dalam kontener yang
langsung diangkat, sehingga akan nampak bekas N2 berwarna putih pada penggaris
tersebut.
3. Pengambilan
straw dalam kontener tidak boleh melebihi tinggi leher kontener dan hindarkan
sinar matahari langsung ketika mengambil straw dari dalam kontener
4. Straw
beku setelah dithawing diharapkan tidak perlu dikembalikan ke dalam kontener
lagi karena kualitas akan menurun dan mengalami kematian sperma.
b. Pencairan
Kembali (Thawing) Dan Waktu Ib
Salah satu keberhasilan kebuntingan sapi induk yang
diinseminasi (kawin suntik) selain kualitas semen adalah faktor thawing dan
waktu IB. Cara dan pelaksanaan thawing dan waktu IB yang tepat untuk semen beku
yang kemungkinan besar dapat berhasil dengan baik adalah sebagai berikut:
1.
Merendam straw yang berisi semen beku ke
dalam air hangat suhu 37,5 oC dalam waktu 25-30 detik atau dapat pula
menggunakan air sumur atau air ledeng pada suhu 25-30 ºC selama kurang dari
satu menit memperoleh nilai PTM > 40 %.
2.
Apabila menggunakan air es waktu lebih
lama, yakni sampai tampak adanya gelembung udara pada straw; yang selanjutnya
segera diinseminasikan ke induk yang sedang birahi.
3.
Waktu pelaksanaan IB yang ideal adalah
10-22 jam setelah awal terlihat gejala birahi induk, yakni bila birahi pagi
dikawinkan pada sore hari dan bila birahi sore hari dapat dikawinkan pada besok
paginya.
c. Pelaksanaan IB Di Lapang
Setelah terlihat induk sapi birahi dengan
tanda-tanda birahi, yakni: terlihat vulvanya dengan istilah 3 A (abang, abu
dan angat), keluar lender dari vagina, gelisah (menaiki api lain atau
kandang), vulva bengkak dan hangat warna kemeahan. keluar air mata, dinaiki pejantan atau sapi
lain diam saja
Selanjutnya induk sapi ditempatkan pada kandang
kawin dari bambu atau besi dengan tahapan sebagai berikut:
1. Feses
sapi dikeluarkan dari lubang rectum melalui lubang anus dengan tangan
kanan.
2. Vulva
dibersihkan dengan kain basah dan di desinfektan dengan cara mengusapkan kapas
berisi alkohol 70 %.
3. Straw berisi semen beku setelah dimasukkan air
(thawing), dimasukkan ke dalam peralatan kawin suntik (AI Gun) dan secara
perlahan dimasukkan kedalam vagina induk sapi.
4. Sambil
memasukkan straw ke dalam uterus; dilakukan pula palpasi rektal ke dalam rektum
guna membantu masuknya gun ke uterus (1 cm dari servik).
5. Semen
di dalam straw disemprotkan kedalam cornua uteri (posisi 4), kemudian secara
perlahan gun ditarik sambil memijat cervik dan vagina dengan tangan kiri.
6. Setelah
selesai, semua peralatan IB dibersihkan dan dilakukan rekording dengan kartu IB
guna memudahkan pencatatan selanjutnya.
III.
KESIMPULAN
1. Perkawinan
pada sapi potong dapat dilakukan secara alami maupun kawin suntik atau
inseminasi buatan (IB).
2. Pola
perkawinan secara alami ini memiliki empat manajemen perkawinan, yaitu:
perkawinan model kandang individu, perkawinan model kandang kelompok atau
umbaran, perkawinan model ranch atau paddock dan perkawinan model padang penggembalaan.
3. Tahapan
teknik manajemen IB dengan menggunakan semen beku yang perlu dilakukan meliputi:
penanganan semen beku dalam kontener, cara thawing dan waktu IB dan pelaksanan
IB di lapangan.
SEKIAN
>>M.A<<
Comments
Post a Comment