Efektifitas Antibiotik Herbal (Kunyit dan Temulawak ) Sebagai Pakan Imbuhan untuk Ayam Broiler
Efektifitas
Antibiotik Herbal (Kunyit dan Temulawak ) Sebagai Pakan Imbuhan
untuk
Ayam Broiler
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Permasalahan
dalam industri broiler di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan yang
harus segera diatasi agar Indonedia mampu menyediakan daging dalam jumlah yang
cukup dengan kualitas yang baik dan menguntungkan produsen tanpa merugikan
konsumen. Permasalahan yang dihadapi adalah pertama rendahnya efisien produksi
broiler, yang disebabkan oleh tingginya harga pakan broiler, sehingga sering
dilakukannya upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dengan
pemberian pakan lemak tinggi dan meningkatkan feed convertion rate (FCR)
dengan memaksimalkan penyerapan pakan oleh organ pencernaan. Masalah kedua
adalah tuntutan konsumen yang menghendaki daging broiler yang rendah lemak
seperti kolesterol, tetapi tinggi protein, dan bebas mikrobia patogen serta
bebas antibiotika. Swastike (2012) menyatakan bahwa isu keamanan pangan asal
ternak yang meresahkan masyarakat antara lain cemaran mikroba pathogen dan
residu antibiotik dalam daging sebagai efek samping dari pemberian antibiotik
dalam pakan yang berfungsi sebagai antibiotik growth promoter (AGP).
Pemeliharaan broiler dengan
menggunakan antibiotik dalam campuran pakan dapat menyebabkan residu dalam
daging ayam. Hal tersebut disebabkan antibiotik yang diberikan tidak
disekresikan dengan sempurna sehingga masih terdapat residu yang disimapan
dalam daging broiler. Residu bahan- bahan kimi ini sangat buruk dampaknya bagi kesehatan
tubuh manusia dan broiler itu sendiri. Karena dapat menyebabkan terjadinya
resistensi bakteri terhadap anibiotik, serta dapat menyebabkan terjadinya
berbagai jenis penyakit. Beberapa efek yang mungkin timbul pada
manusia akibat residu antibiotik, antara lain alergi, menyebabkan gangguan
kulit, kardiovaskuler, traktus gastrointestinalis, berupa diare dan sakit perut
serta urtikaria dan hipotensi. Hal tersebut menyebabkan munculnya problem
kesehatan baru bagi manusia juga menyebabkan keresahan terhadap pengkonsumsian
produk daging ayam. Bukan hanya problem kadar kolesterol yang tinggi dalam
kandungan daging ayam tetapi juga akan timbul problem jika manusia mengkonsumsi
daging ayam yang mengandung residu antibiotik. Oleh karena itu, dewasa ini
masyarakat terutama di negara Eropa, mulai menghindari penggunaan antibiotika
sebagai imbuhan pakan.
Salah satu
langkah yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya dampak- dampak buruk
dari penggunaan antibiotik sintetik dan pemberian pakan tinggi lemak adalah
mengganti antibiotik sintetik yang biasa digunakan dengan antibiotik herbal
dari tumbuh- tumbuhan yang
mampu menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik dan tidak berbahaya bagi
manusia.
Temulawak dan
kunyit adalah beberapa jenis tanaman yang bisa kita gunakan untuk menggantikan
antibiotik sintetik. Temulawak dan kunyit memiliki kandungan senyawa aktif atau
bioaktif yang memiliki fungsi seperti bahan- bahan kimia pada antibiotik
sintetik. Senyawa aktif tersebut adalah kurkumin dan xanthorizol. Penggunaan kedua bahan
ini sebagai imbuhan pakan diharapkan dapat menggantikan fungsi antibiotika
dalam meningkatkan produktifitas ternak unggas dan efisiensi penggunaan pakan.
Pengurangan penggunaan antibiotika ini akan memberikan sumbangan peningkatan
kualitas produk peternakan dan kesehatan konsumen. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian untuk menguji efektifitas kunyit dan atau temulawak sebagai imbuhan
pakan pengganti antibiotika dalam ransum ayam broiler.
1.2.
Tujuan
1.
Memanfaatkan kunyit dan temulawak
sebagai pengganti dari antibiotic sintetik untuk pakan imbuhan ayam boiler.
II.
PEMBAHASAN
Hasil
analisis variansi penelitian Swastika (2012) menunjukkan bahwa penambahan
kunyit dan temulawak dalam ransum terjadi penurunan konsumsi sangat nyata
(P<0.01). Penurunan konsumsi ransum kemungkinan disebabkan oleh penurunan
palatabilitas ransum dengan adanya penambahan kunyit dan temulawak. Penurunan
palatabilitas ransum pada penelitian ini disebabkan oleh rasa pahit dan bau
yang menyengat dari kunyit dan temulawak, sehingga ayam kurang suka untuk
mengkonsumsinya. Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan hasil yang
dilakukan oleh Sinurat (2009) bahwa Selama penelitian (umur 1-35 h), konsumsi
ransum ayam tidak nyata (P>0,05 ) dipengaruhi oleh pemberian imbuhan pakan
antibiotika, kunyit, temulawak maupun kombinasi kunyit dengan temulawak. Hasil
ini bertentangan dengan anggapan umum bahwa temulawak dapat merangsang nafsu
makan.
Penurunan
konsumsi pakan ayam boiler yang diberi kunyit dan temulawak dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan bobot badan. Semakin tinggi penambahan kunyit dan
temulawak dalam ransum semakin rendah pertumbuhan berat badan ayam. Hal ini
disebabkan oleh penurunan palatabilitas dan konsumsi ransum dengan peningkatan
taraf penambahan kunyit dan temulawak dalam ransum. Diketahui bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi bobot badan antara lain adalah konsumsi ransum
baik secara kualitas maupun kuantitas. Pemberian tepung kunyit dan temulawak
harus dikontrol agar penuruna konsumsi pakan tidak terlalu besar. Kedua hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian yang disampaikan oleh Pratikno (2010) yaitu ayam broiler yang diberi
ekstrak kunyit sebesar 400 mg /kg BB/hari mampu meningkatkan bobot badan yang
lebih besar jika dibandingkan dengan broiler tanpa perlakuan.
Bobot hidup ayam pada penelitian Sinurat (2009) memperlihatkan bahwa pada akhir
penelitian (umur 35 hari) juga tidak nyata dipengaruhi oleh pemberian imbuhan
dalam pakan namun pada penggunaan tepung kunyit dosis rendah (0,04%)
menghasilkan bobot hidup lebih berat diabanding ayam yang diberi kunyit dosis
yang lebih tinggi.
Perbedaan hasil penelitian ini
kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan perlakuan serta bentuk temulawak
dan kunyit yang diberikan pada ayam broiler. Pada hasil
penelitian yang menyatakan pemberian temulawak dan kunyit memberikan pengaruh
terhadap bobot badan ayam broiler, bentuk temulawak dan kunyitnya adalah
bebentuk ekstrak yang dicampurkan pada air minum dan kapsul yang diberikan
secara oral sedangkan pada penelitian yang menyatakan penggunaan temulawak dan
kunyit tidak memberikan pengaruh adalah berbentuk tepung yang dicampurkan
dengan pakan dalam ransum. Perbedaan
bentuk dan cara pemberian ini mungkin menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah
temulawak dan kunyit yang diserap oleh alat– alat pencernaan ayam broiler
sehingga memberikan hasil yang berbeda pula.
Umumnya
penggunaan kunyit dalam pakan ayam diberikan dengan tujuan menurunkan tingkat
populasi bakteri dalam saluran pencernaan ayam. Secara umum, imbuhan pakan
antibiotika berfungsi untuk menekan jumlah mikroba patogen didalam saluran
pencernaan ayam, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ayam sekitar 3,9% dan
meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sekitar 2,9% ( Sinurat, 2009). Senyawa
kimia yang ada dalam kunyit juga mampu menurunkan lemak dalam tubuh, berperan
pada proses sekresi empedu dan pankreas yang dikeluarkan lewat feses. Komposisi
dari kurkumin memiliki khasiat dapat memperlancar sekresi empedu. Empedu
mengandung sejumlah garam hasil dari percampuran antara Natrium dan Kalium
dengan asam-asam empedu (asam glikokolat dan taurokolat). Garam-garam ini akan
bercampur dengan lemak di dalam usus halus untuk membentuk misel, jika misel
sudah terbentuk akan menurunkan tegangan antar permukaan lemak dan gerakan
mencampur pada saluran pencernaan berangsur-angsur dapat memecah globulus lemak
menjadi partikel yang lebih halus sehingga lemak dapat dicerna ( Pratikno
2010),
Kunyit
mengandung zat aktif kurkumin yang
dapat berfungsi sebagai antibakteri. Menurut Sinurat (2009) Kunyit mengandung
zat aktif curcumin dan sudah banyak dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan
bakteri patogen seperti Clostridium botulinum, E. coli, Staphylococcus
aureus, Salmonella typhimurium. Sedangkan temulawak mengandung zat aktif xanthorrhizol yang dapat menghambat
pertumbuhan jamur seperti Candida species dan Aspergillus.
Efektifitas xanthorrhizol yang diisolasi dari temulawak sama khasiatnya
dengan antijamur komersil amphotericin B (Swastika, 2012). Temulawak juga
memiliki sifat tonikum seperti kunyit yang berkhasiat sebagai penyegar dan
meningkatkan stamina sehingga badan tidak cepat lelah dan sifat imunostimulan
yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh serta menangkal berbagai
serangan kuman penyebab penyakit, termasuk virus. Efek antioksidan kurkumin
pada temulawak berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas
yang berbahaya dan bersifat karsinogenik serta penyakit lainnya.
zat
aktif kurkumin selain berfungsi
sebagai antibakteri juga dapat berfungis sebagai zat pewarna. Temulawak dan kunyit megandung
zat warna yang berasal dari pigmen rimpangnya yang mengandung zat warna kuning
(kurkumoid). Zat warna ini diduga
dapat menambah cerah warna pada daging ayam broiler. Penelitian yang dilakukan
oleh Masni et al (2010) memperlihatkan bahwa ayam broiler yang diberi
ekstrak temulawak dan kunyit pada
ransumnya sebanyak 3% akan menghasilkan daging dengan tingkat kecerahan terbaik
yaitu sebesar 3,08 – 4,36 dan keempukan yang berkisar antara 3,52 – 4,48 dari
nilai rata – rata perlakuan. Dalam
dunia peternakan pemasaran produk sangat dipengaruhi oleh kualitas dari produk
yang dihasilkan. Daging broiler yang baik dan sehat adalah daging yang warnanya
terlihat cerah dan terang. Selain warna kualitas daging broiler juga dapat
dilihat dari keempukan, bau dan pHnya.
KESIMPULAN
1. Kandungan senyawa – senyawa aktifnya temulawak dan
kunyit berpotensi untuk dijadikan feed additive herbal untuk ternak ayam
broiler sebagai pengganti antibiotik sintetik.
2. Pemanfaatkan temulawak dan kunyit sebagai feed additive
herbal kita akan memperoleh daging yang bebas dari ancaman residu bahan – bahan
kimia berbahaya, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran untuk mengkonsumsi daging
ayam broiler.
3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang
pemberian kunyit dan temulaak sebagai pakan imbuhan, karena masih terdapat
perbedaan hasil dari bebrapa penelitian yang ada.
>>SEKIAN<<
M.A
,
Comments
Post a Comment